Kebijakan perberasan di indonesia

1 Reviews Post a Review Posted by: Aris Published On: 03.09 Avaliability Product Avaliable For Sale

pengetahuan

Add to Cart

View Cart Checkout

Selamat malam sahabat, semoga selalu dalam keadaan sehat. Kali ini saya ingin menuliskan tentang KEBIJAKAN PERBERASAN DI INDONESIA. Baiklah langsung saja simak artikel saya berikut ini sob.

KEBIJAKAN PERBERASAN DI INDONESIA

Selama periode 1960-an hingga pertengahan 1990-an kebijakan perberasan di Indonesia lebih banyak ditujukan untuk meningkatkan peningkatan produksi beras domestic. Kebijakan ini ditempuh melalui program intensifikasi mulai dari bimbingan masal (BIMAS) sampai dengan intensifikasi khusus (INSUS) pada tahun 1980, yang kemudian dilanjutkan dengan Supra Insus pada tahun 1987 termasuk pemanfaatan varietas-varietas padi baru yang produktif hasil dari revolusi hijau (green revolution).

Program ini didukung oleh investasi dalam bidang penelitian pertanian yang melahirkan bibit-bibit unggul seperti IR 68 pada tahun 1963, PB-5 dan PB-8 pada tahun 1967, disamping itu, juga dilakukan penguatan keterkaitan jaringan sistem kerja peneliti, penyuluh dan petani, dan pengembangan infrastruktur. Investasi fisik terutama dilakukan dalam bentuk pembangunan dan rehabilitasi sistem irigasi yang disertai dengan pengembangan infrastruktur kelembagaan pendukung berupa koperasi dasa dan bank  desa.

Kebijakan lain yang tidak kala pentingnya dalam mendorong peningkatan produksi beras domestic terutama dalam jangka pendek adalah kebijakan subsidi masukan berupa pupuk dan pestisida yang telah dimulai sejak tahun 1969-1970.

Sejak pemerintah meliberalisasikan pasar beras domestic ada dua instrument kebijakan yang diterapkan yaitu mempertahankan kebijakan harga dasar gabah yang telah di perkenalkan sejak 1969-1970 dan penetapan tariff atau bea masuk terhadap beras impor. Kedua kebijakan ini masih selaras dengan ketentuan WTO dalam Agriculture on Agreement yang masih mengizinkan penetapan tariff sebesar 90 % untuk impor beras sebesar 70.000 ton pertama, sebesar 180% untuk impor diatas 70.000 ton yang kemudian diturunkan menjadi 160% pada tahun 2004.